Istilah revolusi mental tentu sudah tidak asing lagi
bagi kita. Istilah ini dipopulerkan Presiden Joko Widodo saat
berkampanye sebagai calon presiden. Lalu, bagaimana kaitannya revolusi mental
dengan keuangan? Apakah memang ada revolusi mental keuangan? Hampir semua orang
ingin kehidupan finansialnya berkecukupan. Ingin asetnya banyak. Ingin uangnya
berlimpah. Namun, tidak semua orang mampu mencapai semua itu. Yang ada hanya
sebatas keinginan. Ada yang ”bermasalah” ketika hendak mengeksekusi keinginan
tersebut.
Revolusi
mental keuangan adalah mengubah paradigma bahwa kekayaan bisa diraih hanya
dengan mengumpulkan pendapatan. Artinya, jika Anda bekerja dan memperoleh gaji
dan kemudian gaji itu disisihkan untuk ditabung, pada suatu ketika aset Anda
akan bertambah. Itu benar. Namun, tidak sepenuhnya benar. Kenapa? Karena dana
yang disisihkan dan kemudian ditabung tidak termasuk dalam kategori produktif.
Bunga tabungan bank yang Anda terima tidak lebih besar dari laju inflasi atau
malah bisa lebih rendah. Dengan kata lain, akumulasi uang yang Anda miliki
tidak akan memiliki daya beli sebesar sekarang.
Namun, ada yang sudah
”bermasalah” sejak ketika masih memiliki keinginan. Dan di sinilah seharusnya
revolusi mental keuangan dimulai. Sejatinya harus ada ”pengelolaan keinginan”.
Artinya, keinginan bukan harus semuanya dipenuhi, tetapi diseleksi lebih dahulu
mana yang berkategori sebagai kebutuhan dan mana pula yang tergolong keinginan.
Oleh karena itu, jika Anda ingin
mendapatkan aset besar di kemudian hari, salah satu caranya adalah dengan
membuat uang Anda produktif dan bertumbuh melebihi laju inflasi. Itulah yang
disebut dengan investasi. Jadi, revolusi mental keuangan prinsipnya adalah
mengubah paradigma tentang keuangan, yang dimulai dari tata kelola keinginan
dan juga cara mencapai tujuan keuangan itu sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar