Selasa, 20 September 2016

Energi Alternatif Solusi Mengolah Limbah Sekitar



Masyarakat belum menyadari bahwa kotoran manusia dapat menghasilkan energi alternatif yang terbaru berupa biogas. Kotoran manusia atau human excreta menjadi salah satu alternatif yang masih belum dilirik masyarakat, untuk dijadikan bahan baku pupuk organik yang berkualitas. Menurut Direktur Pusat Studi Lingkungan Universitas Surabaya, Yunus Fransiscus, “keberadaan limbah maupun sampah rumah tangga harus dapat dipahami oleh masyarakat sebagai sumber daya yang dapat menghasilkan keuntungan ekonomi, sekaligus energi alternatif.” Sudah saat nya masyarakat memanfaatkan limbah domestiknya menjadi seuatu yang bernilai ekonomis.

Sampah tidak selalu memiliki arti negatif. Tetapi sampah bisa menjadi energi alternatif. Kesulitan petani mendapatkan pupuk akibat kelangkaan maupun tingginya harga pupuk di pasaran, seringkali menyebabkan petani memilih beralih profesi dari bidang agraris ke perdagangan. Padahal dengan potensi sumber daya alam serta wilayah geografis yang sangat luas, Indonesia telah terbukti pernah menjadi negara swasembada pangan.

Perubahan pola pikir dan perilaku masyarakat menjadi tujuan utama, memanfaatkan sampah yang dihasilkan menjadi sesuatu yang lebih bernilai manfaat. “Idenya adalah menstimulasi masyarakat dan dunia usaha untuk mulai berpikir apa yang bisa dipakai dari sampah,” ujar Yunus yang menyebut pendekatan ini sebagai bagian dari konsep Ekonomi Biru. Dia mengilustrasikan kotoran dari 3,5 juta penduduk Surabaya bisa menjadi dikumpulkan menjadi bank pupuk organik dan biogas.

“Indonesia itu negara agraris, kita sangat perlu pupuk untuk mensuplai para petani,” terangnya. “Bagaimana yang namanya kotoran atau human excreta, atau kotoran dari manusia itu bisa kita pakai sebagai fertilizer dan sebagai biogas juga, jadi bisa dipakai untuk pupuk dan bisa dipakai untuk biogas. Edukasi dan sosialisasi untuk mengubah cara pandang masyarakat terhadap sampah maupun limbah manusia, merupakan kunci untuk melakukan perubahan yang lebih positif terhadap lingkungan maupun ekonomi masyarakat.

Dari hasil uji coba 10kg kotoran yang terkumpul dalam kondisi relatif murni, akan dapat dihasilkan sekitar 4-6 kg pupuk atau sekitar 40 persen dari volume awal. “Ada beberapa tahapan yang dilakukan, pertama pengumpulan, pengubahan atau pengalihan material kotoran menjadi bahan berguna, kemudian aplikasi penerapan dari hasil itu ke lahan pertanian,” lanjut Yunus yang mengaku tidak membutuhkan material tambahan untuk mengubah tinja menjadi pupuk organik.

Pada setiap toilet di Ubaya Training Center, Trawas, Mojokerto, Jatim, sudah dipasang pemisah feses dengan urin, yang masing-masing dapat digunakan untuk pupuk. “Kadangkala kita tidak perlu melibatkan teknologi baru tetapi paradigma yang baru, itu yang penting untuk dimajukan. Idenya adalah menstimulasi teman-teman untuk mulai berpikir apa yang bisa kita pakai dari sampah, jadi sampah tidak selalu memiliki arti negatif tetapi memiliki arti positif juga,” tambahnya. Kunjungan peserta Kongres Blue Economy di Ubaya Training Center, Mojokerto, bertujuan melihat Pusat Pendidikan Olah Sampah milik Universitas Surabaya, yang telah mampu mengolah sampah organik dan kotoran manusia menjadi pupuk. Hal ini merupakan contoh konkrit penerapan konsep ekonomi biru, dimana kegiatan perekonomian dapat disinergikan dengan aspek lingkungan.

Youko Tomizuka, peserta Kongres Blue Economy asal Jepang mengapresiasi upaya yang telah dilakukan untuk mengubah sampah menjadi barang yang lebih bernilai ekonomi. Dirinya berharap model seperti ini dapat diterapkan oleh masyarakat di negara-negara lain. “Ini adalah inisiatif dari akademisi di lembaga pendidikan.  Dan yang kedua adalah, mereka melakukan perubahan terhadap alam, dan saya pikir kegiatan ini bisa disampaikan kepada masyarakat.

Orang-orang mungkin menyadari bahwa mereka membuang limbah dan kurang menghargai alam, dan selanjutnya mereka berharap tidak lagi menciptakan sampah, dengan mengurangi sampah, mengurangi penggunaan yang dapat menimbulkan sampah, serta mendaur ulang segalanya. Pikiran orang harus diajak untuk mau berubah, ini yang ingin ditunjukkan,” katanya. Pembuangan kotoran atau tinja manusia melalui pipa yang disalurkan langsung ke tempat pemampungan khusus yang telah dibuat sebelumnya.

Sedangkan urine yang dibuang disalurkan ke tempat penampungan lain yang berbeda dengan tinja. Yunus mengatakan bahwa kotoran manusia yang tidak banyak tercampur dengan air akan lebih bagus kualitasnya untuk dijadikan bahan pupuk organik. “Proyek percontohan yang saya buat di Lumajang, pada salah satu keluarga petani disana, mereka berhasil memisahkan dua material yaitu tinja dan urine. Hasilnya pupuk organik yang dihasilkan sangat bagus dan hasil pertaniannya juga lebih bagus,” terangnya.

“Tulisan ini disumbangkan untuk jadi artikel situs Si-Nergi

Sumber :



Tidak ada komentar:

Posting Komentar