Senin, 22 Mei 2017

Kisah Entrepreneurship Guru Yang Menjadi Miliarder Properti







 
Kisah entrepreneurship datang dari Cipto, mantan guru Bahasa Inggris yang menjadi miliarder properti. Ia pernah menjadi guru les bahasa Inggris, Cipto banting setir terjun ke bisnis kontraktor. Kini, ia menjadi pemilik Grup Nusuno dengan aset Rp 800 miliar. Dengan penampilannya yang bersahaja, yang sehari-hari hanya menggunakan kemeja lengan pendek, celana panjang Cipto Sulistyo adalah salah satu pengusaha tob di negeri ini, dia adalah pengusaha properti yang telah membangun banyak property hunian di banyak kota.

Perjalanan bisnisnya bermula tahun 1990 dengan  nama Nusuno yang awalnya membidangi jasa kontraktor dan konsultan perencanaan bangunan. Dengan bergulirnya waktu Nusuno lambat laun menjadi besar yang rata-rata mengerjakan proyek senilai Rp 4-5 miliar dalam sebulan. Dalam perjalanannya, kedua teman Cipto tersebut tidak aktif dalam pengelolaan perusahaan. Sehingga, dialah yang menjadi nahkoda Nusuno dan selanjutnya menjadi pemilik tunggal.

Di balik kesederhanaannya itu, ternyata Cipto adalah sosok yang workaholic. Kelahiran Jakarta, 3 April 1967, ini mengungkapkan, seandainya dalam sehari ada 36 jam, ia akan lebih banyak mencurahkan waktu untuk bekerja. Dengan kegigihannya itulah, tak mengherankan, ia menjadi orang sukses. Ia mampu membuktikan dirinya bisa menjadi entrepreneur yang cukup diperhitungkan.

Lulusan Sastra Inggris Universitas Nasional, Jakarta, ini sempat mengajar bahasa Inggris di lembaga kursus LIA dan LPIA. Namun, akhirnya ia pindah jalur menjadi entrepreneur, ketika memulai bisnis, ia menjadi kontraktor, dan kemudian berkembang menjadi developer kini telah membangun tak kurang dari 9 proyek hunian di Jabodetabek. Selain itu, ia memiliki bisnis institusi keuangan (bank perkreditan rakyat/BPR), lembaga pendidikan, minimarket, pabrik cat, toko material bangunan dan percetakan.

Setelah sukses menggeluti bisnis kontraktor, Cipto tergiur menjajal bisnis properti. Mula-mula ia melakukan jual-beli tanah dan membangun ruko kecil-kecilan. Tak disangka, setiap transaksi selalu untung. Permodalan diambil dari keuntungan jasa kontraktor sebelumnya. Sayang, masa-masa emas mencetak duit itu tidak berlangsung lama. Tahun 1997, akibat badai krisis moneter, Nusuno limbung dan sempat terlilit utang Rp 15 miliar.


Tahun 2004, Nusuno meluncurkan proyek properti perdana dengan skala medium. Namanya, Perumahan Puri Bintara di Bekasi seluas 6 hektare. Jenis rumah yang dipasarkan mulai dari tipe 64 dengan harga Rp 215 juta/unit. Lagi-lagi Cipto dinaungi hoki: dalam tempo 1,5 tahun, 300 unit rumah ludes diserap pasar. Tak puas cuma menangani Puri Bintara, ia kembali meluncurkan proyek baru bernama Bintara Estate di Bekasi juga. Di atas lahan seluas 1 ha itu, ia membangun town housesebanyak 60 unit dengan harga Rp 250-700 juta tiap unit, yang juga banyak diminati konsumen.

Cipto makin ketagihan membangun beberapa proyek permukiman. Kendati sudah memiliki lima proyek perumahan di Bekasi dan Tangerang dengan skala menengah, Cipto masih haus ekspansi. Sasaran berikutnya adalah membangun perumahan kota mandiri yang menyedot dana lebih gede.  Cipto menyadari bahwa sebagai private company, kekuasaan masih berpusat di tangan pemilik. Padahal, di luar banyak peluang bisnis yang harus segera ditangani, sehingga prosesnya agak sulit. Jadi, di level manajemen, ia menyarankan, perlu limit tertentu pada kebijakan Cipto. Dengan demikian, sebagian kewenangan penting didelegasikan ke para profesional. Untuk itu, pola manajemen kekeluargaan mesti dirombak.

“Tulisan ini disumbangkan untuk jadi artikel situs jadimandiri.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar