Kisah entrepreneurship datang dari Cipto, mantan guru Bahasa Inggris yang menjadi miliarder properti. Ia pernah menjadi
guru les bahasa Inggris, Cipto banting setir terjun ke bisnis kontraktor. Kini,
ia menjadi pemilik Grup Nusuno dengan aset Rp 800 miliar. Dengan penampilannya yang bersahaja, yang
sehari-hari hanya menggunakan kemeja lengan pendek, celana panjang Cipto Sulistyo
adalah salah satu pengusaha tob di negeri ini, dia adalah pengusaha properti
yang telah membangun banyak property hunian di banyak kota.
Perjalanan bisnisnya bermula tahun 1990
dengan nama Nusuno yang awalnya membidangi jasa kontraktor dan konsultan
perencanaan bangunan. Dengan bergulirnya waktu Nusuno lambat laun menjadi besar
yang rata-rata mengerjakan proyek senilai Rp 4-5 miliar dalam sebulan. Dalam
perjalanannya, kedua teman Cipto tersebut tidak aktif dalam pengelolaan
perusahaan. Sehingga, dialah yang menjadi nahkoda Nusuno dan selanjutnya
menjadi pemilik tunggal.
Di balik kesederhanaannya itu, ternyata Cipto
adalah sosok yang workaholic. Kelahiran Jakarta, 3 April 1967, ini
mengungkapkan, seandainya dalam sehari ada 36 jam, ia akan lebih banyak
mencurahkan waktu untuk bekerja. Dengan
kegigihannya itulah, tak mengherankan, ia menjadi orang sukses. Ia mampu membuktikan dirinya bisa menjadi
entrepreneur yang cukup diperhitungkan.
Lulusan Sastra Inggris Universitas Nasional,
Jakarta, ini sempat mengajar bahasa Inggris di lembaga kursus LIA dan LPIA.
Namun, akhirnya ia pindah jalur menjadi entrepreneur, ketika memulai bisnis, ia menjadi
kontraktor, dan kemudian berkembang menjadi developer kini telah membangun tak
kurang dari 9 proyek hunian di Jabodetabek. Selain itu, ia memiliki bisnis
institusi keuangan (bank perkreditan rakyat/BPR), lembaga pendidikan,
minimarket, pabrik cat, toko material bangunan dan percetakan.
Setelah sukses menggeluti bisnis kontraktor,
Cipto tergiur menjajal bisnis properti. Mula-mula ia melakukan jual-beli tanah
dan membangun ruko kecil-kecilan. Tak disangka, setiap transaksi selalu untung.
Permodalan diambil dari keuntungan jasa kontraktor sebelumnya. Sayang,
masa-masa emas mencetak duit itu tidak berlangsung lama. Tahun 1997, akibat
badai krisis moneter, Nusuno limbung dan sempat terlilit utang Rp 15 miliar.
Tahun 2004, Nusuno meluncurkan proyek properti
perdana dengan skala medium. Namanya, Perumahan Puri Bintara di Bekasi seluas 6
hektare. Jenis rumah yang dipasarkan mulai dari tipe 64 dengan harga Rp 215
juta/unit. Lagi-lagi Cipto dinaungi hoki: dalam tempo 1,5 tahun, 300 unit rumah
ludes diserap pasar. Tak puas cuma menangani Puri Bintara, ia kembali
meluncurkan proyek baru bernama Bintara Estate di Bekasi juga. Di atas lahan
seluas 1 ha itu, ia membangun town housesebanyak 60 unit dengan harga Rp
250-700 juta tiap unit, yang juga banyak diminati konsumen.
Cipto makin ketagihan membangun beberapa proyek
permukiman. Kendati sudah memiliki lima proyek perumahan di Bekasi dan
Tangerang dengan skala menengah, Cipto masih haus ekspansi. Sasaran berikutnya
adalah membangun perumahan kota mandiri yang menyedot dana lebih gede. Cipto
menyadari bahwa sebagai private company, kekuasaan masih berpusat di tangan
pemilik. Padahal, di luar banyak peluang bisnis yang harus segera ditangani,
sehingga prosesnya agak sulit. Jadi, di level manajemen, ia menyarankan, perlu
limit tertentu pada kebijakan Cipto. Dengan demikian, sebagian kewenangan
penting didelegasikan ke para profesional. Untuk itu, pola manajemen
kekeluargaan mesti dirombak.
“Tulisan
ini disumbangkan untuk jadi artikel situs jadimandiri.org”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar